"Ma'hadku Surgaku", begitulah tema Tabligh Akbar pada acara Gema Ramadhan tahun ini. Aku tidak tahu kenapa tema ini yang dipilih dan aku juga belum begitu mengerti esensi dan tujuan dipilihnya tema ini. Biasa, pas rapat seolah-olah segalanya serba mendadak, belum dipikirkan secara matang. Yah, aku jalani saja, nanti mungkin bakal tahu sendiri.
Malam itu tepatnya tanggal 20 Ramadhan, acara pun akan dimulai. Kebetulan aku ditunjuk sebagai moderator bersama Teh Rani ketua SDI putri pada malam itu. Kebetulan yang akan menjadi pembicara pada malam itu adalah Pak Jusep Juanda seorang pengacara yang juga aktif di PDM Garut. Aku juga sedikit bingung waktu itu, tapi aku coba jalani, dan acara pun dimulai. Seperti biasa setelah memperkenalkan pemateri, kami langsung membicarakan topik inti. Pak Jusep pun mulai mencoba menenangkan para santri yang rasanya semakin hari semakin ribut saja kalau ada orang yang berbicara. Lalu Pak Jusep pun menerangkan keutamaan para pencari ilmu, dengan menggunakan dalil-dalil ia dengan paercaya diri menegaskan bahwa orang yang mencari ilmu iyu mulia kedudukannya disisi Allah Swt. Nah satu hal yang menarik dalam acara ini bahwa ketika kami membahas tentang ma'had kami. Ternyata para santri menganggap ma'had ini lebih seperti penjara suci daripada ma'had. Aku tidak tahu kenapa seperti itu, mungkin lebih disebabkan satpam yang sekarang lebih tegas dalam perizinan, atau apa? yah tapi Pak Jusep mencoba menjelaskan bahwa kita harus bisa menjadikan ma'had ini sebagai surga untuk kita, katanya. Yah, cukup menarik pembahasan kami malam itu, dan sesuai tema, akhirnya kami harus membuat kesimpulan bahwa ma'had kita adalah surga bagi kita, dan jangan sekali-kali berpikir bahwa ma'had adalah sebua penjara.
Acara pun selesai, para santri bubar seolah segera menjemput rasa kantuk yang telah menguasai tubuh mereka. Tugas ku pun selesai, namun masih ada ganjalan di hatiku tentang masalah ini. Sebenarnya ma'had ini memang penjara, kataku dalam hati, dan aku bangga berada di dalam sebuah penjara. Kalau aku pikir, kebanyakan orang hebat dapat menghasilkan karya besar mereka di penjara lho! Sayyid Quthb yang menyelesaikan Tafsir Fii Zhilalil Qur'an saat dia dipenjara. Hamka yang menyelesaikan Tafsir al-Azharnya juga saat beliau dipenjara. Ibnu Taimiyyah yang menyelesaikan Kitab Fatwa-fatwanya saat dipenjara. Ok lah, tidak usah jauh-jauh, kakak kelasku yang sekarang kelas 6 atau 3 Aliyah, dia berhasil menulis sebuah buku yang mungkin membuat seluru jagad de-a iri padanya. Namanya Irvan Nasily, dia menulis buku "Devil Wears Uniform". Dan itu dia lakukan saat berada di ma'had yang banyak orang menyebut sebagai penjara.
Aku terkadang merasa tidak betah hidup di ma'had ini, tapi aku pikir inilah jalan menuju cita-cita ku, aku harus bisa menikmati apa yang ada, makanannya, santri-santrinya, pendidikannya, guru-gurunya serta apapun yang terjadi kepadaku di ma'had ini. Kesuksesan tidak didapat dengan hidup enak, melainkan butuh perjuangan. Mungkin terlalu di dramatisir ya? tapi disisi lain, aku juga sangat bahagia hidup di Ma'had Darul Arqam.
Dan sekarang aku mulai ragu terhadap orang yang hidupnya enak-enakan di ma'had,
Akankah mereka berhasil?
Malam itu tepatnya tanggal 20 Ramadhan, acara pun akan dimulai. Kebetulan aku ditunjuk sebagai moderator bersama Teh Rani ketua SDI putri pada malam itu. Kebetulan yang akan menjadi pembicara pada malam itu adalah Pak Jusep Juanda seorang pengacara yang juga aktif di PDM Garut. Aku juga sedikit bingung waktu itu, tapi aku coba jalani, dan acara pun dimulai. Seperti biasa setelah memperkenalkan pemateri, kami langsung membicarakan topik inti. Pak Jusep pun mulai mencoba menenangkan para santri yang rasanya semakin hari semakin ribut saja kalau ada orang yang berbicara. Lalu Pak Jusep pun menerangkan keutamaan para pencari ilmu, dengan menggunakan dalil-dalil ia dengan paercaya diri menegaskan bahwa orang yang mencari ilmu iyu mulia kedudukannya disisi Allah Swt. Nah satu hal yang menarik dalam acara ini bahwa ketika kami membahas tentang ma'had kami. Ternyata para santri menganggap ma'had ini lebih seperti penjara suci daripada ma'had. Aku tidak tahu kenapa seperti itu, mungkin lebih disebabkan satpam yang sekarang lebih tegas dalam perizinan, atau apa? yah tapi Pak Jusep mencoba menjelaskan bahwa kita harus bisa menjadikan ma'had ini sebagai surga untuk kita, katanya. Yah, cukup menarik pembahasan kami malam itu, dan sesuai tema, akhirnya kami harus membuat kesimpulan bahwa ma'had kita adalah surga bagi kita, dan jangan sekali-kali berpikir bahwa ma'had adalah sebua penjara.
Acara pun selesai, para santri bubar seolah segera menjemput rasa kantuk yang telah menguasai tubuh mereka. Tugas ku pun selesai, namun masih ada ganjalan di hatiku tentang masalah ini. Sebenarnya ma'had ini memang penjara, kataku dalam hati, dan aku bangga berada di dalam sebuah penjara. Kalau aku pikir, kebanyakan orang hebat dapat menghasilkan karya besar mereka di penjara lho! Sayyid Quthb yang menyelesaikan Tafsir Fii Zhilalil Qur'an saat dia dipenjara. Hamka yang menyelesaikan Tafsir al-Azharnya juga saat beliau dipenjara. Ibnu Taimiyyah yang menyelesaikan Kitab Fatwa-fatwanya saat dipenjara. Ok lah, tidak usah jauh-jauh, kakak kelasku yang sekarang kelas 6 atau 3 Aliyah, dia berhasil menulis sebuah buku yang mungkin membuat seluru jagad de-a iri padanya. Namanya Irvan Nasily, dia menulis buku "Devil Wears Uniform". Dan itu dia lakukan saat berada di ma'had yang banyak orang menyebut sebagai penjara.
Aku terkadang merasa tidak betah hidup di ma'had ini, tapi aku pikir inilah jalan menuju cita-cita ku, aku harus bisa menikmati apa yang ada, makanannya, santri-santrinya, pendidikannya, guru-gurunya serta apapun yang terjadi kepadaku di ma'had ini. Kesuksesan tidak didapat dengan hidup enak, melainkan butuh perjuangan. Mungkin terlalu di dramatisir ya? tapi disisi lain, aku juga sangat bahagia hidup di Ma'had Darul Arqam.
Dan sekarang aku mulai ragu terhadap orang yang hidupnya enak-enakan di ma'had,
Akankah mereka berhasil?
1 komentar:
Asw.
Wah, kayaknya kita harus ganti plank kita bukan pondok pesantren lagi nih, tapi penjara 'suci'. Tapi By, nampaknya kita harus perbincangkan kembali tentang kesucian tempat ini, karena semakin hari nampaknya terasa seperti sekolah salah pasang plank. Mungkin kamu bisa berdiam dalam ruang-ruang kesucianmu sendiri, tapi yang lain? Menurutku kita tidak bisa hanya terdiam menghias kamar sendiri, tapi kita ditakdirkan untuk manusia. Alih-alih melahap bulat-bulat nasi yang sudah menggumpul seperti lontong lembek berbentuk meteorit di ruang makan itu, kenapa tidak kita coba pergi ke dapurnya dan membantu mengaduk beras di panci besar sehingga kita tak lagi menyerapahi sarapan pagi kita? Ku fikir kritis dan diskusi sangat penting.
Posting Komentar